Yapp, ini adalah tulisan kedua meramaikan #DecemberRandom, kali ini saya akan menulis tentang pengalaman saya selama menjadi santri dalam 3 bulanan ini. Menjadi santri? Yakin? Desi jadi santri?. Iya. Mata kalian tidak sedang sakit dan kalian juga tidak salah baca. Menjadi santri? Saya sendiri juga tidak kuasa untuk menyebut diri saya sendiri SANTRI. Rasanya kok gimana gitu ya, ya tapi itulah kenyataannya. Selama hampir 3 bulan ini status saya tidak hanya mahasiswa yang galau skripsi tapi juga sebagai santri :D.
“Hidup adalah pilihan, dan saya tidak pernah memilih untuk menjadi santri. Tapi hidup yang memilih saya untuk menjadi santri”.
Gimana rasanya selama jadi santri? EMEJING! Saya harus beradaptasi yang super duper dengan lingkungan pondok. Dan selama proses adaptasi ini banyak terjadi hal-hal lucu :D. Maklum lah ya sebelumnya saya ini adalah anak gaawwwwlll (ditulis gini biar makin meyakinkan hehe) yang hobilnya ngemall dan nongkrong dimana-mana yang penting haha-hihi bareng teman. Dipondok bahasa sehari-hari yang dipakai adalah bahasa jawa krama inggil. Dan sudah bisa ditebak. Saya enggak bisa berbicara jawa krama inggil. Meskipun saya lahir di Jawa, besar dan tumbuh di Jawa tapi saya enggak bisa berbicara bahasa jawa krama inggil. Terdengar aneh sekali ketika saya diajak berbicara dengan anak kecil atau teman sebaya dengan bahasa jawa krama inggil. Saya paham apa yang dikatakan, tapi untuk menjawab dengan bahasa krama inggil rasanya lidah ini gak bisa digerakin. Dan rasanya aneh ketika ditanya pakai bahasa jawa krama inggil tapi dijawabnya pakai bahasa indonesia (yasudah itu bisa dipelajari dan sekarang sudah mulai bisa dan gak canggung lagi :D).
“Sejak kecil Ibu membiasakan saya untuk lebih sering berbicara bahasa Indonesia. Katanya biar enggak kalah sama anak kota dan bisa bersaing dengan anak kota. Entahlah, Ibu saya memang unik. Udah gitu aja” .
Sebagai perempuan yang hidup dijaman haha-hihi ini saya tidak pernah bisa lepas dari yang namanya bedak sama lipstick. Meskipun pada kenyataannya saya ini enggak suka dandan yang macem-macem dan alis saya juga enggak cetar badai membahana tapi sepertinya ketika dipondok saya kelewatan dandanannya. Suatu hari ketika mau berangkat ngaji saya dandan seperti biasanya pakai bedak dan lipgloss warna merah. Nggak pakai eyeliner sama pensil alis, dan lipstiknya juga ga gonjreng dan ini adalah dandanan sehari-hari pas jaga toko. Tapi ketika dipondok? Mmmmmm…..
“ Kamu darimana? Abis kondangan opo abis dolan?. Kok cantik banget ” tanya Ustadzah Nafisah
“Hmmm.. * saya bingung mau jawab apa*
“ Ahh, mari dolan yo? Iki kan malam minggu. Emang nek dolan kudu macak? Kudu macak ayu?” ( abis pergi ya? Ini kan malam minggu. Emang kalau pergi harus dandan? Harus cantik ?).
Astaghfirullah. *saya mah cuma bisa diem*
Semenjak malam itu saya tiap pergi ngaji saya dandan senatural mungkin (tetep ya :D). Masih tetap pakai bedak dan lipstick :D. Tapi bedaknya diganti bedak tabur, dan lipstick nya tetap masih sama cuma setelah dioles dibibir dihapus jadi cuma ninggalin lembab aja hahaha. Masalah bajupun juga begitu. Saya tidak punya banyak baju panjang nan longgar. Kalaupun punya gamis itu adalah gamis-gamis masa kini dengan berbagai macam warna yang dipadu cardigan. Pernah suatu hari, saya pakai longdress trus disaya dobeli cardigan (udah yang penting baju panjang dan longgar) dan ketauanlah sama Bilqis dkk kalau baju yang saya pakai lengan pendek dan cuma saya dobeli cardigan. Langsunglah dilaporin Ustadzah sama Bilqiss. Dan semenjak saat itu enggak pernah pakai baju lengan pendek lagi meskipun sudah didobeli cardigan panjang – ___- .
Disekolah Madin ini saya benar-benar belajar lagi mulai dari NOL. Belajar baca tulis arab dan pegon. Meskipun dulu sewaktu kecil pernah ngaji di madrasah juga tapi semua itu hilang karena sudah lama sekali tidak ngaji. Baru ngaji lagi sebelum masuk kuliah dan itupun cuma ngaji tadarus Al-Quran karena sama Mama dipanggilin Ustadazh kerumah. Setiap minggu malam adalah waktunya Tamrin (ulangan tiap minggu). Dan lagi-lagi bisa ditebak. Saya enggak bisa menjawab pertanyaan, jangankan menjawab bisa baca soalnya aja syukur alhamdulillah. Waku itu saya lagi nulis soal, dan disebelah saya ada Bilqiss (Bilqiss usianya baru 7 tahun, tapi dia sudah mondok di P3TQ untuk menghafal Al-Quran. Masyallah), dia tertawa melihat tulisan saya.
“Wahh, mbak tulisannya bagus sekali. Hihihi. Vallen, lihat tulisan mbak Desi. Tulisannya bagus ya. Buaaaaagussss banget seduniaaaaaa hihihi” – Bilqiss –
Fix. Saya ditertawakan oleh anak usia 7 tahun. Bilqiss lalu memberikan contoh nulis arab sambung yang benar. Berkali-kali dia membenarkan tulisan saya dan memberikan contoh. Dan ajaibnya setelah soal selesai saya tulis dia juga yang membantu saya menjawab pertanyaan. Oke, harus saya akui dia senior saya dikelas walaupun usianya dia masih lebih muda dibanding ponakan saya. Disaat saya baru setoran bacaan abata dia sudah setoran hafalan juz ‘amma. Gak papa sekarang masih kalah sama Bilqiss, nanti semoga anakku yang ngikutin jejaknya Bilqiss. Allahumma’aamiin.
Namanya juga sekolah ya, walaupun sekolahnya malam. Tapi sekolah ya tetap sekolah, ada aturan yang harus ditaati, ada kurikulum dan sesuai kurikulum bulan Desember ini waktunya ujian semester ganjil. Dan untuk bisa mengikuti ujian semester harus mendapatkan stempel koreksian kitab. Koreksian kitab? Serius. Saya enggak mudeng sama sekali. Dan ternyata koreksian kitab itu adalah koreksian tulisan selama satu semester. What? Baru juga tiga bulan ngaji sudah ada beginian. Ustadzah nya nggak mau tau, saya ini santri lama atau baru yang penting kalau mau ikut ujian harus lolos koreksian kitab. Oke, baiklah saya akhirnya nambal kekurangan catatan saya, baik selama saya belum masuk sampai pas saya bolos-bolos ngaji karena harus kemalang.
Ujian semester akhirnya tiba juga. Hari pertama adalah ujian lisan dengan materi baca Al-Quran yang tajwid beserta makhroj nya harus benar dan doa-doa. Ada kejadian lucu pas ujian lisan ini. Jadi saya disuruh baca doa-doa semacam doa keluar kamar mandi, doa masuk kamar mandi dan semacamnya lah (ini karena saya ada dikelas yang masih tingkatan awal). Nah pas itu sama Ustadzah Alfina saya disuruh baca doa keluar kamar mandi. Serius saya benar-benar lupa doa keluar kamar mandi ditambah saya grogi. Akhirnya sama Ustadzah nya ga jadi disuruh baca keluar kamar mandi dan diganti doa masuk kamar mandi. Ah, kecil ini mah. Tapi, dasar saya grogi dan dredeg banget saya ngeblank. Dan tau enggak doa apa yang saya baca?
“Bismikaallahumma ahya……
“Kamu mau tidur dikamar mandi? Tanya Ustdazah sambil tertawa kecil.
“Oh, iya maaf Ust. Allahumma..ba..
“Kamu mau makan dikamar mandi?” . Dan kali ini bukan hanya Ustadzah yang tertawa tapi saya juga ikutan tertawa.
Ya itulah sedikit cerita saya selama menjadi santri. Saya yakin kedepannya bakal ada banyak pengalaman lain yang enggak kalah menyenangkannya. Memang diusia saya yang sekarang ini rasanya sudah terlambat banget apalagi baru mulai belajar dari NOL lagi. Tapi tidak apa-apa daripada tidak sama sekali. Harus belajar bareng anak-anak kecil, harus rela jadi juniornya Bilqiss itu bukan masalah. Seperti suara-suara yang kerap mengganggu saya dimalam hari sebelum tidur . Dan entahlah apa namanya itu yang pasti ada kekuatan besar yang tidak saya ketahui yang mendorong saya untuk kembali belajar ngaji. Entahlah apa itu. Atau mungkin inikah yang dinamakan HIDAYAH? Wallahu’alam.
“ Kalau nanti mati trus ditanyain Malaikat. Masa muda kamu pakai untuk apa? Mau jawab apa? Masak mau jawab saya gunakan untuk thawaf dimall pak malaikat?”
Ditulis setelah pulang sekolah Madin : )
Kediri, December, 19, 2015