#DecemberRandom (2) : Menjadi Santri.

 

 

2015-09-16 19.47.00
Hayo ini pelajaran apa? hehe 😀

Yapp, ini adalah tulisan kedua meramaikan #DecemberRandom, kali ini saya akan menulis tentang pengalaman saya selama menjadi santri dalam 3 bulanan ini. Menjadi santri? Yakin? Desi jadi santri?. Iya. Mata kalian tidak sedang sakit dan kalian juga tidak salah baca. Menjadi santri? Saya sendiri juga tidak kuasa untuk menyebut diri saya sendiri SANTRI. Rasanya kok gimana gitu ya, ya tapi itulah kenyataannya. Selama hampir 3 bulan ini status saya tidak hanya mahasiswa yang galau skripsi tapi juga sebagai santri :D.

“Hidup adalah pilihan, dan saya tidak pernah memilih untuk menjadi santri. Tapi hidup yang memilih saya untuk menjadi santri”.

Gimana rasanya selama jadi santri? EMEJING! Saya harus beradaptasi yang super duper dengan lingkungan pondok. Dan selama proses adaptasi ini banyak terjadi hal-hal lucu :D. Maklum lah ya sebelumnya saya ini adalah anak gaawwwwlll (ditulis gini biar makin meyakinkan hehe) yang hobilnya ngemall dan nongkrong dimana-mana yang penting haha-hihi bareng teman. Dipondok bahasa sehari-hari yang dipakai adalah bahasa jawa krama inggil. Dan sudah bisa ditebak. Saya enggak bisa berbicara jawa krama inggil. Meskipun saya lahir di Jawa, besar dan tumbuh di Jawa tapi saya enggak bisa berbicara bahasa jawa krama inggil. Terdengar aneh sekali ketika saya diajak berbicara dengan anak kecil atau teman sebaya dengan bahasa jawa krama inggil. Saya paham apa yang dikatakan, tapi untuk menjawab dengan bahasa krama inggil rasanya lidah ini gak bisa digerakin. Dan rasanya aneh ketika ditanya pakai bahasa jawa krama inggil tapi dijawabnya pakai bahasa indonesia (yasudah itu bisa dipelajari dan sekarang sudah mulai bisa dan gak canggung lagi :D).

“Sejak kecil Ibu membiasakan saya untuk lebih sering berbicara bahasa Indonesia. Katanya biar enggak kalah sama anak kota dan bisa bersaing dengan anak kota. Entahlah, Ibu saya memang unik. Udah gitu aja”   .

Sebagai perempuan yang hidup dijaman haha-hihi ini saya tidak pernah bisa lepas dari yang namanya bedak sama lipstick. Meskipun pada kenyataannya saya ini enggak suka dandan yang macem-macem dan alis saya juga enggak cetar badai membahana tapi sepertinya ketika dipondok saya kelewatan dandanannya. Suatu hari ketika mau berangkat ngaji saya dandan seperti biasanya pakai bedak dan lipgloss warna merah. Nggak pakai eyeliner sama pensil alis, dan lipstiknya juga ga gonjreng dan ini adalah dandanan sehari-hari pas jaga toko. Tapi ketika dipondok? Mmmmmm…..

            “ Kamu darimana? Abis kondangan opo abis dolan?. Kok cantik banget ” tanya Ustadzah Nafisah

            “Hmmm.. * saya bingung mau jawab apa*

            “ Ahh, mari dolan yo? Iki kan malam minggu. Emang nek dolan kudu macak? Kudu macak ayu?” ( abis pergi ya? Ini kan malam minggu. Emang kalau pergi harus dandan? Harus cantik ?).

            Astaghfirullah. *saya mah cuma bisa diem*

Semenjak malam itu saya tiap pergi ngaji saya dandan senatural mungkin (tetep ya :D). Masih tetap pakai bedak dan lipstick :D. Tapi bedaknya diganti bedak tabur, dan lipstick nya tetap masih sama cuma setelah dioles dibibir dihapus jadi cuma ninggalin lembab aja hahaha. Masalah bajupun juga begitu. Saya tidak punya banyak baju panjang nan longgar. Kalaupun punya gamis itu adalah gamis-gamis masa kini dengan berbagai macam warna yang dipadu cardigan. Pernah suatu hari, saya pakai longdress trus disaya dobeli cardigan (udah yang penting baju panjang dan longgar) dan ketauanlah sama Bilqis dkk kalau baju yang saya pakai lengan pendek dan cuma saya dobeli cardigan. Langsunglah dilaporin Ustadzah sama Bilqiss. Dan semenjak saat itu enggak pernah pakai baju lengan pendek lagi meskipun sudah didobeli cardigan panjang – ___- .

2015-11-15 19.56.20
ya beginilah suasana kelas  *potonya candid nyuri2 biar ga ketauan *

Disekolah Madin ini saya benar-benar belajar lagi mulai dari NOL. Belajar baca tulis arab dan pegon. Meskipun dulu sewaktu kecil pernah ngaji di madrasah juga tapi semua itu hilang karena sudah lama sekali tidak ngaji. Baru ngaji lagi sebelum masuk kuliah dan itupun cuma ngaji tadarus Al-Quran karena sama Mama dipanggilin Ustadazh kerumah. Setiap minggu malam adalah waktunya Tamrin (ulangan tiap minggu). Dan lagi-lagi bisa ditebak. Saya enggak bisa menjawab pertanyaan, jangankan menjawab bisa baca soalnya aja syukur alhamdulillah. Waku itu saya lagi nulis soal, dan disebelah saya ada Bilqiss (Bilqiss usianya baru 7 tahun, tapi dia sudah mondok di P3TQ untuk menghafal Al-Quran. Masyallah), dia tertawa melihat tulisan saya.

“Wahh, mbak tulisannya bagus sekali. Hihihi. Vallen, lihat tulisan mbak Desi. Tulisannya bagus ya. Buaaaaagussss banget seduniaaaaaa hihihi” – Bilqiss –

Fix. Saya ditertawakan oleh anak usia 7 tahun. Bilqiss lalu memberikan contoh nulis arab sambung yang benar. Berkali-kali dia membenarkan tulisan saya dan memberikan contoh. Dan ajaibnya setelah soal selesai saya tulis dia juga yang membantu saya menjawab pertanyaan. Oke, harus saya akui dia senior saya dikelas walaupun usianya dia masih lebih muda dibanding ponakan saya. Disaat saya baru setoran bacaan abata dia sudah setoran hafalan juz ‘amma. Gak papa sekarang masih kalah sama Bilqiss, nanti semoga anakku yang ngikutin jejaknya Bilqiss. Allahumma’aamiin.

Namanya juga sekolah ya, walaupun sekolahnya malam. Tapi sekolah ya tetap sekolah, ada aturan yang harus ditaati, ada kurikulum dan sesuai kurikulum bulan Desember ini waktunya ujian semester ganjil. Dan untuk bisa mengikuti ujian semester harus mendapatkan stempel koreksian kitab. Koreksian kitab? Serius. Saya enggak mudeng sama sekali. Dan ternyata koreksian kitab itu adalah koreksian tulisan selama satu semester. What? Baru juga tiga bulan ngaji sudah ada beginian. Ustadzah nya nggak mau tau, saya ini santri lama atau baru yang penting kalau mau ikut ujian harus lolos koreksian kitab. Oke, baiklah saya akhirnya nambal kekurangan catatan saya, baik selama saya belum masuk sampai pas saya bolos-bolos ngaji karena harus kemalang.

IMG_20151031_195755.jpg
waktu bebas pelajaran jadi boleh bawa hape dan poto-poto 😀

Ujian semester akhirnya tiba juga. Hari pertama adalah ujian lisan dengan materi baca Al-Quran yang tajwid beserta makhroj nya harus benar dan doa-doa. Ada kejadian lucu pas ujian lisan ini. Jadi saya disuruh baca doa-doa semacam doa keluar kamar mandi, doa masuk kamar mandi dan semacamnya lah (ini karena saya ada dikelas yang masih tingkatan awal). Nah pas itu sama Ustadzah Alfina saya disuruh baca doa keluar kamar mandi. Serius saya benar-benar lupa doa keluar kamar mandi ditambah saya grogi. Akhirnya sama Ustadzah nya ga jadi disuruh baca keluar kamar mandi dan diganti doa masuk kamar mandi. Ah, kecil ini mah. Tapi, dasar saya grogi dan dredeg banget saya ngeblank. Dan tau enggak doa apa yang saya baca?

“Bismikaallahumma ahya……

“Kamu mau tidur dikamar mandi? Tanya Ustdazah sambil tertawa kecil.

“Oh, iya maaf Ust. Allahumma..ba..

“Kamu mau makan dikamar mandi?” . Dan kali ini bukan hanya Ustadzah yang tertawa tapi saya juga ikutan tertawa.

 

Ya itulah sedikit cerita saya selama menjadi santri. Saya yakin kedepannya bakal ada banyak pengalaman lain yang enggak kalah menyenangkannya. Memang diusia saya yang sekarang ini rasanya sudah terlambat banget apalagi baru mulai belajar dari NOL lagi. Tapi tidak apa-apa daripada tidak sama sekali. Harus belajar bareng anak-anak kecil, harus rela jadi juniornya Bilqiss itu bukan masalah. Seperti suara-suara yang kerap mengganggu saya dimalam hari sebelum tidur . Dan entahlah apa namanya itu yang pasti ada kekuatan besar yang tidak saya ketahui yang mendorong saya untuk kembali belajar ngaji. Entahlah apa itu. Atau mungkin inikah yang dinamakan HIDAYAH? Wallahu’alam.

“ Kalau nanti mati trus ditanyain Malaikat. Masa muda kamu pakai untuk apa? Mau jawab apa? Masak mau jawab saya gunakan untuk thawaf dimall pak malaikat?”

Ditulis setelah pulang sekolah Madin : )

Kediri, December, 19, 2015

 

 

 

#DecemberRandom (1) : Suporter Juara

PhotoGrid_1417178767967
Bersama gadis bunga-bunga cerobong asap 😀

Hai, bulan desember 2015 akan segera berakhir kurang dari 15 hari. Ah, bulan Desember adalah bulan yang paling dapet feel romantisnya, identik sama gerimis dan romantis. Hmmm.. karena saya sangat suka sama bulan Desember, bukan hanya karena saya lahir bulan Desember tapi entah kenapa Desember selalu saja hadir dengan berbagai keunikannya. Dan untuk mengisi hari-hari terakhir dibulan Desember 2015 ini saya membuat project #DecemberRandom dan ini sekaligus pembukaan dari #prayfordecember2016. #DecemberRandom ini akan saya isi dengan tulisan-tulisan random yang isinya mungkin sedikit absurd dan ga penting banget (ya udah lah ya namanya juga random :D) .

Oke, baiklah #DecemberRandom pertama akan saya isi dengan tulisan saya tentang persahabatan. Duh , persahabatan? Tumben banget. Biasanya tulisan-tulisannya gak jauh-jauh dari cinta, jodoh dan patah hati hahaha. Tulisan ini saya persembahkan untuk sahabat-sahabat saya yang paling saya saya cintai (duh kalau mereka baca ini pasti pada naik ke angkasa raya merdeka wkwkk). Entah apa jadinya saya kalau Tuhan tidak mengirimkan makhluk-makhluk yang saya sebut teman, sahabat, atau apapun sebutannya. Memiliki sahabat adalah nikmat dari Tuhan yang harus sangat saya syukuri. Karena apalah aku ini tanpa mereka :D.

1445505756830
Gengs capcuss bala-bala 

Sahabat. Ya, bersama merekalah saya melalui banyak hal dan kadang menceritakan banyak hal. Mulai dari hal gila, konyol, menjijikan, sedih senang dan hal-hal absurd lainnya. Saya memang suka sekali bertemu dengan orang-orang baru dan mencoba hal-hal baru. Tapi untuk urusan sahabat saya tidak pernah berani untuk coba-coba. Dari beberapa sahabat sayang saya miliki , mereka hadir saling melengkapi dengan berbagai karakter unik yang ada dalam diri mereka. Mereka yang menjadi sahabat saya adalah manusia-manusia dengan sistem kekebalan tubuh yang luar biasa. Dan bahkan kadang saya heran, kenapa mereka masih tetap bisa bertahan “hidup bersama” dengan orang seperti saya. Mereka bertahan karena sayang saya atau karena kasian sama saya?

Kadang hal-hal kecil yang mereka lakukan untuk saya bisa membuat saya meleleh dan mau nangis aja. Mereka hadir dengan berbagai keunikan dari diri mereka , dan mereka memiliki caranya tersendiri untuk mengekspresikan cintanya pada saya :P.  Ada manja, ada yang pendiam, ada yang hobinya bikin saya ketawa sampai nangis, ada yang kejawen saking kejawennya sampai kelewat sopan, ada yang kalau ngomong pedesnya kayak cabe rawit, ada yang suka nasehatin tapi harus dimarah-marahi dulu sayanya, ada yang alim banget sampe saya kadang sungkan kalau kebanyakan polah didepannya. Ya darimana asal mereka, apapun keunikan mereka, dan bagaimana karakter mereka saya tetap menyayangi dan mencintai mereka.

Dan sayangnya kadang saya tidak pandai dalam mengekspresikan cinta saya pada mereka. Kadang saya terlalu “semau gue” dan semena-mena sama mereka. Saya sering sekali cerewet tentang berbagai hal, bahkan hal-hal sepele pun. Dan hebatnya mereka yang sering sekali menerima omelan saya , enggak pernah marah dan tetap aja “nguwel-nguwel” saya hahaha. Jadi mereka ini diam aja karena takut sama saya atau karena mereka enggak punya pilihan lain?. Karena mereka takut kalau mereka ninggalin saya , saya akan gantung diri dipohon cabe. Sekali lagi, entahlah saya tidak tau jawabannya. Kadang saya juga mikir sih, apakah saya ini benar-benar sahabat yang baik untuk mereka. Kalau memang baik seharusnya saya tidak pernah menertawakan, ngomelin mereka kalau naruh barang disembarang tempat, seharusnya saya juga enggak menertawakan mereka ketika mereka melakukan kebodohan dan kekonyolan, tidak membuat mereka menangis atau setidaknya saya harus punya rasa sungkan ketika mereka tidur tidak mengganggu mereka dengan hobi nyapu saya.

Bagi saya, kehadiran mereka adalah sebuah kado terindah yang diberikan Tuhan dalam hidup saya. Mereka memang tidak terbungkus rapi dan berpita pink tapi mereka adalah kado terindah dan termanis yang pernah saya dapatkan dalam hidup ini. I love you so damn much gaesss, cinta-cintaku kesayangannya iing :* . Dan Mereka-mereka inilah suporter juara bagi saya setelah orang tua dan keluarga 🙂

PhotoGrid_1445508513687
hai ❤ 
IMG-20140829-WA0008
Nida Sahabatku dari kecil
IMG-20150731-WA0007
Abang Nidhom Si Ustadz Tebu Ireng, Suporter Juara
PhotoGrid_1431840444809
Gengs three angel jaman SMA
C360_2015-06-03-18-16-27-633
Si polos Anik Latifeh

Ada Apa di 24?

single-mom-bahagia-580x400

Life begin at 24!

            Usia 24 tahun. Ya inilah usia yang oleh orang-orang disebut usia dewasa. Usia yang pas untuk memulai berkarir secara profesional atau membangun kehidupan rumah tangga. Tapi bagaimana bila diawal usia 24 yang ada justru kembali ke “masa kecil” ?. Inilah yang saat ini sedang saya alami. Beberapa hari yang lalu, usia saya genap 24 tahun. Tidak terasa bahwa saya sudah hidup didunia yang penuh haha-hihi ini selama hampir seperempat abad. Memasuki usia 24 bukannya merasa lebih dewasa tapi saya malah merasa semakin kecil. Merasa sangat bodoh, karena ternyata banyak sekali yang belum saya ketahui, banyak sekali yang belum saya pelajari.

Bila Usia 23 tahun lalu, saya merasa banyak sekali perubahan yang terjadi dalam diri saya. Akan ada apa di 24 ini?. Jangan tanya lagi “Kapan Lulus kuliah?”, atau “Kapan kamu nikah?” saya sudah sangat bosan dengan dua pertanyaan ini. Oke, baiklah. Lalu apa yang kamu inginkan diusia 24 tahun ini? BELAJAR!. Iya, saya ingin mengisi usia 24 tahun ini dengan belajar tentang banyak hal. Entah itu belajar memasak, belajar agama, atau bahkan melanjutkan jenjang pendidikan saya. Hello, lulus juga belum tapi sudah mikirin mau sekolah dimana lagi – ___- . MAUNYA APA SIH? *ga bisa biasa*

Entahlah. Saya sendiri juga semakin bingung dengan diri sendiri. Maunya apa sih? Padahal juga udah bikin life mapping yang tinggal ngejalani aja. Tapi entah kenapa otak ini tidak kuasa memberikan perintah pada tubuh untuk segera action. Otak ini penuh dengan pertanyaan-pertanyaan absurd yang entah harus nyari jawabannya dimana. Pikiran orang yang normal saat ini seharusnya saya segera menyelesaikan skripsi saya agar bisa segera sidang bulan depan. Lulus dan segera memulai berkarir atau menikah mengingat sekarang usia sudah 24 tahun. Tapi kenyataanya saya justru tidak menyentuh skripsi sama sekali hampir dua bulan ini. Tidak segera mencari data penelitian, atau sekedar baca buku untuk memperkuat data penelitian. Tapi apa yang justru saya kerjakan?

Pertama, sudah sebulanan ini saya asik dengan buku-buku yang sama sekali enggak ada hubungannya sama skripsi. Saya sedang asik dengan buku-buku pengembangan diri, seperti buku self driving –nya Rhenald Kasali dan semacamnya. Tidak hanya itu , selama sebulanan ini saya sibuk research kecil-kecilan dan mencari data untuk essay saya yang rencananya akan saya ikutkan dalam lomba essay nasional. Gila, tidak pandai mengatur waktu, tidak tahu prioritas dan bla bla. Harusnya waktu yang ada digunakan untuk menyelesaikan skripsi supaya segera menjadi sarjana. Entahlah. Nyatanya saya jauh lebih semangat untuk menyelesaikan essay saya ketimbang melanjutkan skripsi Bab 5. Life is a choice!

Kedua saat ini saya sedang sibuk dengan sekolah madrasah diniyah di pondok pesantren Lirboyo. Sekolah seperti ini harusnya sudah saya selesaikan 10 tahun yang lalu. Pelajaran di sekolah madrasah adalah pelajaran yang dulu pernah saya pelajari sewaktu kecil. Baca tulis huruf hijaiyah, baca tulis huruf pegon, mengulang ngaji dari abata, mengkaji kitab semacam Alala, hidayatus sibyan dll. Ini bukan waktunya mengulang gituan, terlalu jauh , terlalu lama dan kembali menjadi kecil diusia yang sudah dewasa. Kalau mau sekolah lagi seharusnya bukan sekolah yang seperti ini, harus sekelas dengan anak-anak umur 6-10 tahun?. Ini saatnya menata masa depan, bukan kembali mengulang masa lalu. Sekolah berarti juga harus taat peraturan. Menulis pelajaran, ikut tamrin setiap minggu, setoran ngaji, dan ikut ujian semester. Bukankah ini menyita banyak waktu?.

Saat tes masuk madrasah diniyah, Ustadzah nya menawari mau mulai darimana karena memang basic nya udah bisa ngaji cuma butuh benerin makhroj. Tapi saya justru dengan sangat percaya diri minta ditempatkan dikelas yang paling dasar, dan mulai ngaji dari jilid satu yang hanya abata. Ustadzahnya berkali-kali meyakinkan bahwa saya tidak harus mengulang dari awal, saya bisa masuk ditingkat yang setidaknya sudah ditengah-tengah. Tapi lagi-lagi saya dengan percaya diri minta mengulang dari awal. Keras kepala!. Dan belakangan baru saya ketahui bahwa untuk menyelesaikan sekolah Madrasah diniyah ini setidaknya butuh 6 tahun. AAAAK! Enam tahun lagi usia saya sudah 30 tahun! Once, life is a choice!.

“ Jadi mau sampai kapan kamu belajar? Mau sampai kapan calon jodohmu kamu suruh nunggu? Sekolah madin itu setidaknya butuh waktu 6 tahun”. – Nidhom –

Iya saya tahu. Saya juga sadar umur. Entah sudah berapa ratus kali pertanyaan “kapan lulus” dan “kapan nikah” ini mampir ditelinga saya. Awal usia 24 ini muncul banyak pertanyaan lain, hanya saja pertanyaan kali ini hanya mampu didengar oleh telinga saya sendiri.

“Kenapa saya dilahirkan didunia ini? ,  kenapa dalam keadaan seperti ini? , kenapa lahir dari keluarga ini? , kenapa saya bisa disini? , kemana takdir akan membawa saya?, mau jadi apa nanti? , dan segala macam pertanyaan lain yang semakin dicara jawabannya semakin enggak ngerti dan makin bingung”.

Apakah pikiran semacam ini juga dipikirkan oleh orang lain diluar sana yang seusia dengan saya?. Ah , saya rasa tidak. Setidaknya teman-teman disekitar saya tidak sepaham dan terus mempertanyakan mau saya ini apa?. Dan banyak diantara teman-teman saya yang berpikiran maju, misalnya mulai bekerja secara profesional, mengejar sidang bulan depan, melanjutkan S2, hingga mulai banyak yang menikah (fyi, satu bulan ini ada empat teman saya yang menikah pfffttt *dalam hati sih “aku kapan?” ). Tapi kenapa pikiran semacam itu justru tidak ada pada saya, apakah saya tidak normal atau tumbuh kembang saya yang terhambat? Entahlah.

Setiap malam sebelum tidur, saya selalu bertanya pada diri saya sendiri. Sebenarnya maunya apa sih, kenapa bisa begini begitu dan bla bla. Pertanyaan yang tidak saya temukan jawabannya hingga saya terbangun dipagi hari bahkan hingga akan tidur lagi malam harinya. Entahlah. Lagi lagi entahlah. Saya hanya tahu bahwa saya harus menyelamatkan diri saya sendiri dan saya hanya tahu satu jalan untuk bisa selamat yaitu dengan BELAJAR. Belajar apapun meskipun harus kembali mengulangi dari NOL , belajar hal baru dan menemukan hal baru. Mungkin pilihan saya ini sedikit aneh, terkesan ga dipikir dulu, keras kepala tapi  sampai dengan hari ini pun saya sendiri juga masih bertanya-tanya kenapa saya memilih kembali sekolah madrasah dipondok, meninggalkan skripsi, dan melakukan hal-hal yang bagi sebagian orang tidak penting atau tidak lagi pantas dilakukan oleh seorang manusia 24 tahun.

Saya sadar dan juga memikirkan masa depan saya. Saya juga ingin segera mewujudkan keinginan Mama yang ingin segera melihat saya duduk dipelaminan, atau keinginan Mbah yang segera ingin melihat saya wisuda. Tapi saya juga tidak kuasa menghentikan diri saya sendiri. Saya tidak tahu caranya untuk berhenti. Berhenti melakukan hal-hal yang “tidak wajar” dan cukup fokus saja sama skripsi. Biar. Biarlah. Apa yang saya jalani saat ini murni pilihan saya sendiri, atau saya dipilih Tuhan untuk menjalani ini semua?.  Entahlah. Biarkan waktu menjalankan tugasnya untuk menjawab semuanya .

“Let dream and fate takes me where I belong”

 

 

Mantan Preman Sekolah yang Kini Menjadi Ustadz

Tulisan ini saya buat satu tahun lalu (tapi lupa diposting -__- ), setelah pertemuan saya dengan teman SMA yang dulu “berandalan” stapi sekarang jadi pengasuh pondok pesantren didesa Banyakan , Kediri .

=========================================================

“TIDAK PEDULI SEBURUK APAPUN MASA LALUMU,

MASA DEPANMU MASIH SUCI”

Pagi ini saya mendapatkan sebuah pelajaran bahwa dalam hidup orang itu berproses. Berproses menjadi baik dan semakin baik. Tidak munafik, bahwa saya sendiri masih sangat jauh untuk disebut baik. Masih jauh sekali dari kata baik. Bila ada yang kebetulan mengatakan saya baik, itu merupakan kebaikan dari ALLAH yang menutup aib saya. Pagi ini Allah mempertemukan saya dengan seorang teman yang darinya saya banyak belajar.

Diperjalanan menuju toko tadi pagi, ada yang manggil saya. Karena merasa ngga kenal jadi saya cuekin aja. Itu pasti anak pondok yang nyapa temannya, pikir saya sih gitu. Saya Cuma punya satu orang teman yang mondok di Lirboyo, dan itupun jarang banget ketemu. Nah, pas dijalan tuh orang kok ngikutin saya terus. Aduhh gimana dong, saya liat dari spion tuh orang ngikuti saya apalagi sambil senyum-senyum gitu. Saya semakin takut , aduh gimana dong kalo ada yang niat jahat *udah kepikiran jelek*

Orang tadi semakin dekat, dan tiba-tiba dia bilang “ Desi, SMA Lima?”  . Hah, orangnya tahu nama saya dan tahu saya dulu SMA 5. “Iya, siapa ya?” . “Eh, sek sek ya, nang kono ae” . Dia lalu ngegas motornya mendahului saya, pas di area pondok. Aduh siapa ya? Pas nyampek ditoko saya berhenti. Eh dianya ikut berhenti. Orang yang ngikutin saya dari tadi ternyata teman saya waktu SMA. Rupanya waktu telah merubah dirinya , menjadi seorang anak pondokan hihii. Tanpa bersalaman, dia lantas menanyakan kabar saya. Saya begitu kaget melihat dia sekarang, jauh berbeda dengan dia yang dulu.

Bukan bermaksud membuka aibnya, tapi sungguh teman saya ini dulunya berandalan nomer satu disekolah bersama geng-genges nya. Semasa SMA dia bersama teman-temannya sering bolos dikantin belakang kelas saya. Dari situ juga saya kenal dia dan teman-temannya. Tidak hanya kenal, tapi dia sering malak saya. Minta duit seribu dua ribu buat beli rokok.. Masalah pergaulan, sudah jangan ditanyakan lagi gimana. Tapi sekarang dia berubah, dan dia bilang dia senang bisa bertemu teman SMA nya. Sejak lulus sekolah dia masuk pondok, dan hilang contact dengan teman-temannya yang lainnya.

Saya yang masih kaget , nggak percaya banget dia bisa jadi begitu. Dasar saya iseng, saya guyoni dia “nggeh gus” Haha. Dia lalu bercerita tentang kehidupannya yang sekarang. You know gaess? Sekarang dia jadi pengasuh di pondok pesantren milik keluarganya. Sejak abahnya meninggal, dia yang menjadi “pewaris tunggal” yayasan milik keluarganya karena hanya dia satu-satunya anak laki-laki. Dia yang dulu suka jelalatan apalagi sama cewek, sekarang mendadak diam. Setiap kali saya guyoni dia hanya bilang “Aduhh ojo ngono to”, “astaghfirullah” , sangat jauh dengan dia yang dulu hehe.

Dia juga bercerita tentang anak didiknya, yang kalau dia bilang cerminan dirinya dulu. Kalau dulu dia nakal, sekarang dia harus mendidik anak-anak didik dipondoknya yang juga nakal-nakal seperti dia dulu. Dari cara berpikirnya, dari cara ngomongnya semuanya berubah. Menjadi agamis, menjadi religius. Dalam pikiran sekarang hanya ada santri-santrinya , mikirin gimana mendidik santri-santrinya. Dia juga sempat mengomentari saya , yang sekarang pakai jilbab. Selain itu dia juga “menceramahi” saya tentang hal-hal yang intinya supaya sesuai dengan aturan agama. Saya Cuma jawab nggeh gus, sambil cekikikan. Hahaha.

“Keajaiban itu bernama Hidayah”

Saya dan mungkin teman-teman yang lain (yang kenal dia dulu) nggak akan percaya kalau teman saya yang tadi bisa mejadi seorang pengasuh pondok pesantren. Bahkan tadi, pas salah seorang teman saya yang sejak SMA mondok di Lirboyo nggak sengaja lewat dan melihat kami dia langung puter balik haha. Mungkin dia ingin memastikan , yang sedang bersama saya itu benar teman satu kelasnya dulu atau bukan.  Mendadak saya canggung dan merasa aneh berada diantara dua lelaki pondokan ini *melipir-melipir* .

Setelah pertemuan saya dengan dua orang teman SMA tadi saya jadi merasa malu. Malu pada diri sendiri. Teman saya yang mantan berandalan sekarang jadi pengasuh pondok pesantren. Bukankah ini sesuatu yang luar biasa? Sungguh Allah itu maha baik ya , semoga saya bisa mengikuti jejak hijrah teman saya itu. Dan semoga dia bisa kuat memegang amanah menjadi pembina bagi anak-anak dipondok pesantren nya . PROUD OF YOU, Suzin : ).

Ps : waktu ngobrol sama saya dia lebih sering nunduk, dan dia juga enggak berani salaman sama saya. Dia juga berpesan pada saya untuk menjaga diri dan kehormatan saya sebagai perempuan. Kisah hidupnya dulu, kenakalannya dia adalah sesuatu yang amat dia sesali. Terimakasih , Allah telah engkau pertemukan aku dengannya : ) .